Home

Minggu, 01 April 2012

Konseling Karir


TEORI PERKEMBANGAN KARIR
DARI GINZBERG, GINZBURG, AXELRAD, AND HERMA

Oleh: 
Hengki Yandri, Fijriani, Azmatul K, Erdawati,  Ishak N.

A.      Konsep Dasar
Ginzberg dkk. (dalam Dudung, 2007) menerbitkan salah satu teori awal mengenai pilihan karier berdasarkan tahapan-tahapan urutan perkembangan yang penting. Diawali oleh konsep Buhler  pada tahun 1933 mengenai tahapan dalam kehidupan yang menggambarkan proses pemilihan karier dalam tiga tahapan seperti berikut ini: (1) periode fantasi, (2) periode tentatif, dan (3) periode realistis.

Menurut Zunker (1986) dalam mengembangkan teorinya, Ginzberg dkk., menginvestigasi secara empirik sejumlah sampel yang memiliki kebebasan memilih suatu okupasi. Sampel tersebut terdiri dari laki-laki yang berasal dari kelas menengah ke atas di daerah perkotaan, dari keluarga Protestan atau Katolik keturunan Anglo-Saxon, yang tingkat pendidikanya berkisar dari kelas enam hingga pasca-sarjana. Karena pemilihan sampel tersebut sangat terbatas, maka konklusi hasil penelitian ini hanya dapat diaplikasikan secara terbatas pula. Secara spesifik, pola perkembangan karir perempuan dan etnik minoritas ataupun mereka yang berasal dari daerah pedesaan dan kaum miskin tidak menjadi bahan pertimbangan. Oleh karena itu, konklusi yang dihasilkan dari studi ini belum tentu dapat diaplikasikan pada populasi selain dari yang diwakili oleh sampel yang disebutkan.
  
B.       Karakteristik
Ginzberg dkk., (dalam Zunker, 1986) menyimpulkan bahwa pilihan okupasional merupakan proses perkembangan, yang pada umumnya mencakup kurun waktu selama enam hingga sepuluh tahun, yang dimulai dari sekitar usia 11 tahun dan berakhir sesudah usia 17 atau awal masa dewasa. Terdapat tiga periode atau tahapan dalam proses pemilihan okupasi yaitu periode fantasi, tentatif, dan realistik dengan karakteristik sebagai berikut:
Periode
Usia
Karakteristik
Fantasi
Masa kanak-kanak sebelum 11 tahun
1.    Tahap awal murni berorientasi pada bermain
2.    Menjelang akhir tahap ini bermain menjadi orientasi kerja
Tentatif
Awal masa remaja (usia 11 – 17 tahun)
1.    Proses transisi yang ditandai oleh pengenalan secara berangsur-angsur persyaratan kerja
2.    Pengenalan bakat, minat, kemampuan, imblan kerja, nilai dan persefektif waktu
Realistik
Pertengahan masa remaja ( usia 17 tahun sampai awal masa dewasa)
1.    Perintegrasian tugas dan minat
2.    Kelanjutan perkembangan nilai-nilai
3.    Spesifikasi pilihan okupasi
4.    Kristalisasi pola-pola okupasi

Menurut Winkel (1997) selama periode fantasi, anak mula-mula hanya bermain-main saja dan permainan ini dianggap tidak mempunyai kaitan dengan dunia kerja; karena alasan ini, fase ini tidak diberi banyak perhatian oleh kelompok Ginzberg. Pada akhir fase pertama ini permainan anak mulai menampakkan beberapa indikasi bahwa dia kelak cenderung memilih  sejumlah aktivitas tertentu yang mengarah ke berperan sebagai pemegang suatu jabatan.
Selanjut menurut Winkel (1997) pada periode tentatif terbagi ke dalam empat tahap:
1.         Tahap Minat
Tahap ini berkisar sekitar usia 11-12 tahun, di mana individu membuat keputusan yang lebih definitif tentang suka atau tidak suka. Minat-minat merupakan basis primer bagi pilihan.
2.         Tahap Kapasitas
Tahap ini berkisar sekitar usia 13 hingga 14 tahun. Merupakan tahap untuk menjadi sadar akan kemampuan sendiri yang terkait dengan aspirasi vokasional. Pada kondisi ini, kapasitas-kapasitas dipertimbang-kan dalam perencanaan, dengan pengetahuan yang sedikit sehingga pilihan-pilhan masih bersifat tentatif.
3.         Tahap nilai-nilai
Tahap ini berkisar sekitar umur 15-16 tahun. Merupakan masa terbentuknya persepsi yang lebih jelas tentang gaya-gaya okupasional. Nilai-nilai masuk dalam proses pilihan, mendominasi minat-minat dan kemampuan.
4.         Tahap transisi
Tahap ini berkisar pada usia 17 tahun. Merupakan saat di mana individu mulai menyadari keputusannya tentang pilihan karirnya serta tanggung jawab yang menyertai karir tersebut. Faktor-faktor realitas belum sepenuhnya dilibatkan dalam memilih, rencana-rencana masih bersifat tentatif, namun individu menyadari bahwa keputusan-keputusannya akan mempengaruhi masa depannya.
Seterusnya menurut Winkel (1997) pada periode realistik, usia 17 tahun sampai dengan dewasa muda (young adulthood). Pilihan-pilihan dilakukan selama periode ini. Terdapat keterkaitan antara faktor-faktor realitas, syarat-syarat pekerjaan, dan faktor pribadi lainnya. Periode realistik dibagi dalam tiga tahap, yaitu :
1.    Eksplorasi
Tahap ini berpusat pada usia individu saat masuk ke perguruan tinggi. Pada tahap ini, individu mempersempit pilihan karir menjadi dua atau tiga kemungkinan tetapi pada umumnya masih belum menentu.
2.    Kristalisasi (Pemantapan)
Tahap dimana individu benar-benar melakukan pilihan. Individu mulai merasa lebih mantap jika memangku jabatan tertentu. Jika ada perubahan arah, itu disebut “pseudo-crystallization”
3.    Spesifikasi
Tahap dimana pilihan dibatasi. yaitu bila individu sudah memilih suatu pekerjaan atau pelatihan profesi untuk karir tertentu. Individu menjadi begitu spesifik dan mengambil langkah-langkah untuk mengimplementasi-kan keputusan. 
Kelompok Ginzberg mengakui adanya variasi individual dalam proses pembuatan keputusan karir. Pola individual perkembangan karir yang tidak sesuai dengan sebayanya disebut menyimpang. Terdapat dua penyebab utama penyimpangan itu, yaitu:
1.    Keterampilan okupasional yang sudah berkembang dengan baik secara dini sering menghasilkan pola karir yang dini pula, yang menyimpang dari perkembangan normal; dan
2.    Waktu untuk tahap perkembangan realistik itu mungkin secara signifikan lebih lambat datangnya sebagai akibat dari variabel- variabel tertentu seperti instabilitas emosi, berbagai masalah pribadi, dan kekayaan finansial.
Dari penelitian ini muncul sebuah proses khas yang sistematis yang didasarkan terutama pada pola penyesuaian diri remaja yang mengarahkan individu ke pilihan okupasi. Pemilihan okupasi merupakan proses bertahap yang dinilai secara subjektif oleh individu yang bersangkutan dengan sosiokulturalnya sejak masa kanak-kanak hingga awal masa dewasanya. Pilihan okupasi itu dirumuskan selama individu melalui tahapan-tahapan sebagaimana dideskripsikan dalam penelitian ini. Pada saat keputusan vokasional tentatif dibuat, pilihan-pilihan lain yang potensial dicoret.
Pada awalnya, Ginzberg dkk., (dalam Zunker, 1986) menyatakan bahwa proses perkembangan pembuatan keputusan okupasional itu tidak dapat diputar balik, yaitu bahwa individu tidak dapat kembali secara kronologis ataupun psikologis ke masa lalu untuk mengubah keputusannya. Konklusi ini kemudian dimodifikasinya: individu dapat mengubah keputusannya tetapi tetap menekankan pentingnya pilihan yang dilakukan secara dini dalam proses pembuatan keputusan karirnya.

C.      Kelebihan dan Kelemahan Teori Ginzberg
Menurut pandangan teori ini pilihan karir tidak hanya terjadi sekali saja melainkan mengalami suatu proses perkembangan yang meliputi jangka waktu tertentu. Sehingga pilihan-pilihan yang dibuat awal proses perkembangan vokasional berpengaruh terhadap pilihan selanjutnya, dengan demikian suatu keputusan yang diambil dapat ditinjau kembali.
Dalam kaji ulangnya terhadap teorinya, Ginzberg menekankan kembali bahwa pilihan okupasional merupakan proses pembuatan keputusan seumur hidup bagi mereka yang mencari kepuasan dari kerjanya. Ini berarti bahwa mereka harus senantiasa menilai ulang bagaimana mereka dapat meningkatkan kecocokan antara perubahan tujuan karirnya dengan realita dunia kerja.
Kelompok ini berpendapat ada empat variabel penting yang berpengaruh terhadap pilihan karir yaitu faktor realita, proses pendidikan, emosional dan nilai-nilai individu yang dianggap perlu dalam pemilihan karir.
Menurut Zunker (1986)  terdapat sejumlah evidensi yang mendukung prinsip utama dari teori ini. O’Hara dan Tiedeman (1959) menginvestigasi keempat tahap dari periode tentative (minat, kapasitas, nilai, dan transisi) dan menemukan bahwa tahap-tahap itu memang terjadi sesuai dengan urutan sebagaimana diteorikan, tetapi pada usia yang lebih dini. Studi oleh Davis, Hagan, dan Strouf (1962) dan Hollender (1967) cenderung mendukung postulat tentang konsep perkembangan vokasional, meskipun waktu dan urutan tahap-tahap tersebut belum sepenuhnya didukung.
Konseptualisasi perkembangan proses pembuatan keputusan karir tersebut sangat bertentangan dengan pendekatan trait-and-faktor. Meskipun belum sepenuhnya teruji, tetapi teori ini memberikan suatu deskripsi tentang suatu proses perkembangan untuk pola perkembangan vokasional yang normal maupun menyimpang. Teori ini lebih bersifat deskriptif daripada eksplanatori; artinya bahwa teori ini tidak memberikan strategi untuk memfasilitasi perkembangan karir ataupun penjelasan tentang proses perkembangannya. Tampaknya kegunaan utama dari teori ini adalah dalam memberikan satu kerangka baru untuk melakukan studi mengenai perkembangan karir.
Jadi, kekuatan teori ini adalah dengan melewati fase seorang individu secara berangsur-angsur dalam jabatan, dan sifatnya yang masih sementara sampai orang dewasa dapat membuat pilihan jabatan untuk mendapatkan karirnya sedangkan kelemahannya terletak pada keterkaitan individu pada fase yang dilalui.

D.       Implikasi Teori Ginzberg terhadap Konseling
Rekomendasi-rekomendasi Ginzberg bagi penyedia layanan dalam mengambil pertimbangan dari prinsip-prinsip yang telah direvisi, yang meliputi peningkatan tekanan pada konseling vokasional sesudah periode sekolah lanjut; pengakuan bahwa walaupun individu merupakan pusat proses, faktor-faktor relitas memainkan peranan utama dan penekanan pada proses seumur hidup membantu individu-individu mempelajari tentang pilihan-pilihan dan bagaimana mengambil keuntungan daripadanya (M. Thayeb Manrihu, 1992).
Beberapa implikasi bagi bimbingan karier di Institusi Pendidikan sebagai berikut:
1.      Perkembangan karier merupakan salah satu segi dari keseluruhan proses perkembangan remaja dan pilihan yang menyangkut jabatan dimasa depan berlangsung selaras dengan perkembangan karier. Kalau proses perkembangan remaja tidak berjalan sebagaimana mestinya, laju perkembangan karier juga tidak akan berjalan lancar dan banyak pilihan karier akan menunjukkan kekurangan yang berat. Karena itu, bimbingan karier harus direncanakan dan dikelola dengan maksud menunjang perkembangan karier remaja, sesuai dengan tahap perkembangan diberbagai jenjang pendidikan disekolah. Secara ideal, bimbingan diberikan sebagai bagian integral dari pendidikan karier atau pendidikan jabatan (career education). Sifat bimbingan yang diutamakan dalam bimbingan karier adalah sikap pengembangan (developmental) dan sifat pencegahan (preventive), lebih-lebih dalam bimbingan karier yang diberikan secara kelompok. Sifat korektif (remedial) dapat muncul dalam konseling karier (career counseling) secara individual sesuai dengan kasus konkret yang dihadapi, misalnya gambaran diri yang kurang bulat, informasi jabatan yang tidak diolah secara tepat dan pilihan yang kurang matang.
2.     Pilihan jabatan tidak dibuat sekali saja dan tidak definitif dengan sekali memilih saja. Orang muda membuat suatu rangakain pilihan yang berkesimanbungan dan bertahap, dari pilihan yang masih bersifat agak luas dengan memilih bidang jabatan sampai jabatan tertentu dibidang itu. Pilihan-pilihan itu dibuat dalam lingkup lingkungan sosial, budaya, dan ekonomi tertentu, namun kontinuitas dan keterpaduan diantara seluruh pilihan berakar dalam gambaran diri atau kosep diri yang semakin berkembang. Gambaran diri merupakan garis dasar yang menyambung dan memadukan semua pilihan yang dibuat. Karena itu, bimbingan karier harus menunjang usaha orang muda untuk mengenal dirinya sendiri dengan lebih baik. Pemahaman diri ini menjadi benang merah dalam menyusun rencana masa depan dan semua pilihan yang dibuat mendapat maknanya sebagai implementasi konkret dari konsep diri dalam berbagai aspeknya.
3.      Konseling karier yang berlangsung dalam pertemuan pribadi antar konselor dan konseli dan kerap terfokuskan pada permasalahan mengenai pilihan program studi dan/ atau pilihan jabatan, akan berlangsung lebih lancar bilamana orang muda telah disiapkan melaui bimbingan karier secara kelompok untuk menghadapi saat-saat harus dibuat suatu pilihan diantara beberapa alternatif. Persiapan ini meliputi aneka topik bimbingan kelompok seperti pemahaman diri, pengolahan informasi pendidikan (educational information), pengolahan informasi tentang dunia kerja (vocational information), pengolahan informasi pendidikan dan pekerjaan dalam keterpaduan satu sama lain (career information), pendalamn nilai-nilai kehidupan (values) yang terkandung dalam bidang kehidupan bekerja dan memegang jabatan, serta cara yang tepat dalam mengambil suatu keputusan dengan memilih diantar berbagai alternatif (decision making skills). Dengan demikian, konseling karier tidak akan menjadi kursus kilat yang memadatkan program bimbingan karier dalam satu-dua wacana, yang mungkin membingungkan klien karena dalam waktu singkat harus diperoleh informasi tentang lingkungan dan diri sendiri, harus ditemukan beberapa alternatif pilihan, serta harus dipelajari cara yang tepat untuk mengambil suaru keputusan secara tanggung jawab. Demikian pula, konselor tidak kan berhadapan dengan konseli yang kurang mengerti akan kompleksitas pilihan karier serta kurang paham akan segala faktor internal dan eksternal yang perlu dipertimbangkan. Kalau konselor sekolah merencakan dan mengelola program bimbingan karier secara kelompok, usaha konkret konselor selama wawancara konseling individual akan lebih bersifat perseveratif daripada korektif, yaitu membenarkan kesalahan daripada kekurangan dalam kesiapan mental untuk menghadapi masalah pilihan konkret.
4.       Pendekatan karier dan bimbingan karier tidak dapat dilepaskan dari gaya hidup yang di cita-citakan oleh orang muda bagi dirinya sendiri (life style orientation). Karier yang akan dikembangkan oleh seseorang selama masa hidupnya merupakan sebagian dari keseluruhan gaya hidupnya (life style).    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan bergabung ke MEMBERS CCI untuk dapat meninggalkan komentar sahabat.Terima Kasih!