TEORI
PERKEMBANGAN KARIR
DARI
GINZBERG, GINZBURG, AXELRAD, AND HERMA
Oleh:
Hengki Yandri, Fijriani, Azmatul K, Erdawati, Ishak N.
A.
Konsep
Dasar
Ginzberg dkk. (dalam Dudung,
2007) menerbitkan salah satu teori awal mengenai pilihan karier berdasarkan
tahapan-tahapan urutan perkembangan yang penting. Diawali oleh
konsep Buhler
pada tahun 1933 mengenai tahapan dalam kehidupan yang menggambarkan
proses pemilihan karier dalam tiga tahapan seperti berikut ini: (1) periode
fantasi, (2) periode tentatif, dan (3) periode
realistis.
Menurut Zunker (1986) dalam mengembangkan teorinya, Ginzberg dkk., menginvestigasi secara empirik sejumlah sampel yang memiliki kebebasan memilih suatu okupasi. Sampel tersebut terdiri dari laki-laki yang berasal dari kelas menengah ke atas di daerah perkotaan, dari keluarga Protestan atau Katolik keturunan Anglo-Saxon, yang tingkat pendidikanya berkisar dari kelas enam hingga pasca-sarjana. Karena pemilihan sampel tersebut sangat terbatas, maka konklusi hasil penelitian ini hanya dapat diaplikasikan secara terbatas pula. Secara spesifik, pola perkembangan karir perempuan dan etnik minoritas ataupun mereka yang berasal dari daerah pedesaan dan kaum miskin tidak menjadi bahan pertimbangan. Oleh karena itu, konklusi yang dihasilkan dari studi ini belum tentu dapat diaplikasikan pada populasi selain dari yang diwakili oleh sampel yang disebutkan.
B.
Karakteristik
Ginzberg dkk., (dalam Zunker, 1986)
menyimpulkan bahwa pilihan okupasional merupakan
proses perkembangan, yang pada umumnya mencakup kurun waktu selama enam hingga sepuluh tahun, yang dimulai dari
sekitar usia 11 tahun dan berakhir sesudah
usia 17 atau awal masa dewasa. Terdapat tiga periode atau tahapan dalam proses
pemilihan okupasi yaitu periode fantasi, tentatif,
dan realistik dengan karakteristik sebagai berikut:
Periode
|
Usia
|
Karakteristik
|
Fantasi
|
Masa kanak-kanak sebelum 11 tahun
|
1. Tahap
awal murni berorientasi pada bermain
2. Menjelang
akhir tahap ini bermain menjadi orientasi kerja
|
Tentatif
|
Awal masa remaja (usia 11 – 17 tahun)
|
1. Proses
transisi yang ditandai oleh pengenalan secara berangsur-angsur persyaratan
kerja
2. Pengenalan
bakat, minat, kemampuan, imblan kerja, nilai dan persefektif waktu
|
Realistik
|
Pertengahan masa remaja ( usia 17
tahun sampai awal masa dewasa)
|
1. Perintegrasian
tugas dan minat
2. Kelanjutan
perkembangan nilai-nilai
3. Spesifikasi
pilihan okupasi
4. Kristalisasi
pola-pola okupasi
|
Menurut Winkel (1997) selama
periode fantasi, anak mula-mula hanya bermain-main saja dan permainan ini
dianggap tidak mempunyai kaitan dengan dunia kerja; karena alasan ini, fase ini
tidak diberi banyak perhatian oleh kelompok Ginzberg. Pada akhir fase pertama
ini permainan anak mulai menampakkan beberapa indikasi bahwa dia kelak
cenderung memilih sejumlah aktivitas
tertentu yang mengarah ke berperan sebagai pemegang suatu jabatan.
Selanjut menurut Winkel (1997) pada periode tentatif
terbagi ke dalam empat tahap:
1.
Tahap Minat
Tahap ini berkisar sekitar usia
11-12 tahun, di mana individu membuat keputusan yang lebih definitif tentang
suka atau tidak suka. Minat-minat merupakan basis primer bagi pilihan.
2.
Tahap Kapasitas
Tahap ini berkisar sekitar usia 13
hingga 14 tahun. Merupakan tahap untuk menjadi sadar akan kemampuan sendiri
yang terkait dengan aspirasi vokasional. Pada kondisi ini, kapasitas-kapasitas
dipertimbang-kan dalam perencanaan, dengan pengetahuan yang sedikit sehingga
pilihan-pilhan masih bersifat tentatif.
3.
Tahap nilai-nilai
Tahap ini berkisar sekitar umur
15-16 tahun. Merupakan masa terbentuknya persepsi yang lebih jelas tentang
gaya-gaya okupasional. Nilai-nilai masuk dalam proses pilihan, mendominasi
minat-minat dan kemampuan.
4.
Tahap transisi
Tahap ini berkisar pada usia 17
tahun. Merupakan saat di mana individu mulai menyadari keputusannya tentang
pilihan karirnya serta tanggung jawab yang menyertai karir tersebut. Faktor-faktor
realitas belum sepenuhnya dilibatkan dalam memilih, rencana-rencana masih
bersifat tentatif, namun individu menyadari bahwa keputusan-keputusannya akan
mempengaruhi masa depannya.
Seterusnya
menurut Winkel (1997) pada periode realistik, usia 17 tahun sampai dengan
dewasa muda (young adulthood). Pilihan-pilihan
dilakukan selama periode ini. Terdapat keterkaitan antara faktor-faktor
realitas, syarat-syarat pekerjaan, dan faktor pribadi lainnya. Periode
realistik dibagi dalam tiga tahap, yaitu :
1. Eksplorasi
Tahap ini berpusat pada usia
individu saat masuk ke perguruan tinggi. Pada tahap ini, individu mempersempit
pilihan karir menjadi dua atau tiga kemungkinan tetapi pada umumnya masih belum
menentu.
2. Kristalisasi
(Pemantapan)
Tahap dimana individu benar-benar
melakukan pilihan. Individu mulai merasa lebih mantap jika memangku jabatan
tertentu. Jika ada perubahan arah, itu disebut “pseudo-crystallization”
3. Spesifikasi
Tahap dimana pilihan dibatasi.
yaitu bila individu sudah memilih suatu pekerjaan atau pelatihan profesi untuk
karir tertentu. Individu menjadi begitu spesifik dan mengambil langkah-langkah
untuk mengimplementasi-kan keputusan.
Kelompok Ginzberg mengakui
adanya variasi individual dalam proses pembuatan keputusan karir. Pola individual perkembangan
karir yang tidak sesuai dengan sebayanya
disebut menyimpang. Terdapat dua penyebab utama
penyimpangan itu, yaitu:
1.
Keterampilan okupasional
yang sudah berkembang dengan baik secara dini sering menghasilkan pola karir yang dini pula,
yang menyimpang dari perkembangan normal; dan
2.
Waktu untuk tahap
perkembangan realistik itu mungkin secara signifikan lebih lambat datangnya sebagai akibat dari
variabel- variabel tertentu seperti
instabilitas emosi, berbagai masalah pribadi,
dan kekayaan finansial.
Dari penelitian ini muncul
sebuah proses khas yang sistematis yang didasarkan terutama pada pola penyesuaian diri remaja yang
mengarahkan individu ke pilihan okupasi. Pemilihan okupasi merupakan proses
bertahap yang dinilai secara subjektif oleh
individu yang bersangkutan dengan sosiokulturalnya sejak masa kanak-kanak
hingga awal masa dewasanya. Pilihan okupasi
itu dirumuskan selama individu melalui tahapan-tahapan sebagaimana dideskripsikan dalam penelitian ini. Pada saat
keputusan vokasional tentatif dibuat,
pilihan-pilihan lain yang potensial dicoret.
Pada awalnya, Ginzberg dkk., (dalam
Zunker, 1986) menyatakan bahwa proses perkembangan pembuatan keputusan
okupasional itu tidak dapat diputar balik, yaitu bahwa individu tidak dapat
kembali secara kronologis ataupun psikologis ke masa lalu untuk mengubah
keputusannya. Konklusi ini kemudian dimodifikasinya: individu dapat mengubah
keputusannya tetapi tetap menekankan pentingnya pilihan yang dilakukan secara
dini dalam proses pembuatan keputusan karirnya.
C.
Kelebihan
dan Kelemahan Teori Ginzberg
Menurut pandangan teori ini pilihan karir tidak
hanya terjadi sekali saja melainkan mengalami suatu proses perkembangan yang
meliputi jangka waktu tertentu. Sehingga pilihan-pilihan yang dibuat awal
proses perkembangan vokasional berpengaruh terhadap pilihan selanjutnya, dengan
demikian suatu keputusan yang diambil dapat ditinjau kembali.
Dalam kaji ulangnya terhadap teorinya,
Ginzberg menekankan kembali bahwa pilihan okupasional merupakan proses
pembuatan keputusan seumur hidup bagi mereka yang mencari kepuasan dari
kerjanya. Ini berarti bahwa mereka harus senantiasa menilai ulang bagaimana
mereka dapat meningkatkan kecocokan antara perubahan tujuan karirnya dengan
realita dunia kerja.
Kelompok ini berpendapat ada empat
variabel penting yang berpengaruh terhadap pilihan karir yaitu faktor realita,
proses pendidikan, emosional dan nilai-nilai individu yang dianggap perlu dalam
pemilihan karir.
Menurut Zunker (1986) terdapat sejumlah evidensi yang mendukung
prinsip utama dari teori ini. O’Hara dan Tiedeman (1959) menginvestigasi
keempat tahap dari periode tentative (minat, kapasitas, nilai, dan transisi) dan
menemukan bahwa tahap-tahap itu memang terjadi sesuai dengan urutan sebagaimana
diteorikan, tetapi pada usia yang lebih dini. Studi oleh Davis, Hagan, dan
Strouf (1962) dan Hollender (1967) cenderung mendukung postulat tentang konsep
perkembangan vokasional, meskipun waktu dan urutan tahap-tahap tersebut belum
sepenuhnya didukung.
Konseptualisasi perkembangan proses
pembuatan keputusan karir tersebut sangat bertentangan dengan pendekatan
trait-and-faktor. Meskipun belum sepenuhnya teruji, tetapi teori ini memberikan
suatu deskripsi tentang suatu proses perkembangan untuk pola perkembangan
vokasional yang normal maupun menyimpang. Teori ini lebih bersifat deskriptif
daripada eksplanatori; artinya bahwa teori ini tidak memberikan strategi untuk
memfasilitasi perkembangan karir ataupun penjelasan tentang proses
perkembangannya. Tampaknya kegunaan utama dari teori ini adalah dalam
memberikan satu kerangka baru untuk melakukan studi mengenai perkembangan
karir.
Jadi, kekuatan teori
ini adalah dengan melewati fase seorang individu secara berangsur-angsur dalam
jabatan, dan sifatnya yang masih sementara sampai orang dewasa dapat membuat
pilihan jabatan untuk mendapatkan karirnya sedangkan kelemahannya terletak pada keterkaitan individu pada fase yang
dilalui.
D.
Implikasi
Teori Ginzberg terhadap Konseling
Rekomendasi-rekomendasi Ginzberg bagi penyedia
layanan dalam mengambil pertimbangan dari prinsip-prinsip yang telah direvisi,
yang meliputi peningkatan tekanan pada konseling vokasional sesudah periode
sekolah lanjut; pengakuan bahwa walaupun individu merupakan pusat proses, faktor-faktor
relitas memainkan peranan utama dan penekanan pada proses seumur hidup membantu
individu-individu mempelajari tentang pilihan-pilihan dan bagaimana mengambil
keuntungan daripadanya (M. Thayeb Manrihu, 1992).
Beberapa implikasi bagi bimbingan karier di
Institusi Pendidikan sebagai berikut:
1. Perkembangan karier merupakan salah satu
segi dari keseluruhan proses perkembangan remaja dan pilihan yang menyangkut
jabatan dimasa depan berlangsung selaras dengan perkembangan karier. Kalau
proses perkembangan remaja tidak berjalan sebagaimana mestinya, laju
perkembangan karier juga tidak akan berjalan lancar dan banyak pilihan karier
akan menunjukkan kekurangan yang berat. Karena itu, bimbingan karier harus
direncanakan dan dikelola dengan maksud menunjang perkembangan karier remaja,
sesuai dengan tahap perkembangan diberbagai jenjang pendidikan disekolah.
Secara ideal, bimbingan diberikan sebagai bagian integral dari pendidikan
karier atau pendidikan jabatan (career
education). Sifat bimbingan yang diutamakan dalam bimbingan karier adalah
sikap pengembangan (developmental)
dan sifat pencegahan (preventive),
lebih-lebih dalam bimbingan karier yang diberikan secara kelompok. Sifat
korektif (remedial) dapat muncul
dalam konseling karier (career counseling)
secara individual sesuai dengan kasus konkret yang dihadapi, misalnya gambaran
diri yang kurang bulat, informasi jabatan yang tidak diolah secara tepat dan
pilihan yang kurang matang.
2. Pilihan jabatan tidak dibuat sekali saja
dan tidak definitif dengan sekali memilih saja. Orang muda membuat suatu
rangakain pilihan yang berkesimanbungan dan bertahap, dari pilihan yang masih
bersifat agak luas dengan memilih bidang jabatan sampai jabatan tertentu
dibidang itu. Pilihan-pilihan itu dibuat dalam lingkup lingkungan sosial,
budaya, dan ekonomi tertentu, namun kontinuitas dan keterpaduan diantara
seluruh pilihan berakar dalam gambaran diri atau kosep diri yang semakin
berkembang. Gambaran diri merupakan garis dasar yang menyambung dan memadukan
semua pilihan yang dibuat. Karena itu, bimbingan karier harus menunjang usaha
orang muda untuk mengenal dirinya sendiri dengan lebih baik. Pemahaman diri ini
menjadi benang merah dalam menyusun rencana masa depan dan semua pilihan yang
dibuat mendapat maknanya sebagai implementasi konkret dari konsep diri dalam
berbagai aspeknya.
3. Konseling karier yang berlangsung dalam
pertemuan pribadi antar konselor dan konseli dan kerap terfokuskan pada
permasalahan mengenai pilihan program studi dan/ atau pilihan jabatan, akan berlangsung
lebih lancar bilamana orang muda telah disiapkan melaui bimbingan karier secara
kelompok untuk menghadapi saat-saat harus dibuat suatu pilihan diantara
beberapa alternatif. Persiapan ini meliputi aneka topik bimbingan kelompok
seperti pemahaman diri, pengolahan informasi pendidikan (educational information), pengolahan informasi tentang dunia kerja
(vocational information), pengolahan
informasi pendidikan dan pekerjaan dalam keterpaduan satu sama lain (career information), pendalamn
nilai-nilai kehidupan (values) yang
terkandung dalam bidang kehidupan bekerja dan memegang jabatan, serta cara yang
tepat dalam mengambil suatu keputusan dengan memilih diantar berbagai
alternatif (decision making skills).
Dengan demikian, konseling karier tidak akan menjadi kursus kilat yang
memadatkan program bimbingan karier dalam satu-dua wacana, yang mungkin
membingungkan klien karena dalam waktu singkat harus diperoleh informasi
tentang lingkungan dan diri sendiri, harus ditemukan beberapa alternatif
pilihan, serta harus dipelajari cara yang tepat untuk mengambil suaru keputusan
secara tanggung jawab. Demikian pula, konselor tidak kan berhadapan dengan
konseli yang kurang mengerti akan kompleksitas pilihan karier serta kurang
paham akan segala faktor internal dan eksternal yang perlu dipertimbangkan.
Kalau konselor sekolah merencakan dan mengelola program bimbingan karier secara
kelompok, usaha konkret konselor selama wawancara konseling individual akan
lebih bersifat perseveratif daripada korektif, yaitu membenarkan kesalahan
daripada kekurangan dalam kesiapan mental untuk menghadapi masalah pilihan
konkret.
4. Pendekatan karier dan bimbingan karier
tidak dapat dilepaskan dari gaya hidup yang di cita-citakan oleh orang muda
bagi dirinya sendiri (life style
orientation). Karier yang akan dikembangkan oleh seseorang selama masa
hidupnya merupakan sebagian dari keseluruhan gaya hidupnya (life style).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan bergabung ke MEMBERS CCI untuk dapat meninggalkan komentar sahabat.Terima Kasih!