PENGGUNAAN HASIL ASSESSMENT DALAM BK
Oleh:
Hengki Yandri, Zulfikar, Yeni Satroma Dewi
A.
Pendahuluan
Asesmen
merupakan salah satu kegiatan pengukuran. Dalam konteks bimbingan
konseling, asesmen yaitu mengukur suatu proses konseling yang harus dilakukan
konselor sebelum, selama, dan setelah konseling tersebut dilaksanakan/ berlangsung (Ratna Widiastuti, 2010). Asesmen merupakan salah satu bagian
terpenting dalam seluruh kegiatan yang ada dalam konseling (baik konseling
kelompok maupun konseling individual). Karena itulah asesmen dalam bimbingan dan konseling merupakan bagian yang terintegral
dengan proses terapi maupun semua kegiatan bimbingan dan konseling
itu sendiri. Asesmen dilakukan untuk menggali dinamika dan faktor penentu
yang mendasari munculnya masalah. Hal ini sesuai dengan tujuan asesmen dalam
bimbingan dan konseling, yaitu mengumpulkan informasi yang memungkinkan bagi
konselor untuk menentukan masalah dan memahami latar belakang serta situasi
yang ada pada masalah klien. Asesmen yang dilakukan sebelum, selama dan
setelah konseling berlangsung dapat memberi informasi yang dapat digunakan
untuk memecahkan masalah yang dihadapi klien. Dalam prakteknya, asesmen dapat digunakan sebagai alat untuk
menilai keberhasilan sebuah konseling, namun juga dapat digunakan sebagai
sebuah terapi untuk menyelesaikan masalah klien.
Asesmen merupakan kegiatan untuk mengukur seberapa
jauh kemampuan/ kompetensi yang dimiliki oleh klien dalam memecahkan masalah. Asesmen
yang dikembangkan adalah asesmen yang baku dan meliputi beberapa aspek
yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor dalam kompetensi dengan menggunakan indikator-indikator yang
ditetapkan dan dikembangkan oleh Guru BK/ Konselor sekolah. Asesmen yang diberikan kepada klien merupakan pengembangan dari
area kompetensi dasar pada diri klien
yang akan dinilai, yang kemudian akan dijabarkan dalam bentuk indikator-indikator.
Pada umumnya asesmen bimbingan konseling dapat dilakukan dalam bentuk laporan
diri, performance test, tes psikologis, observasi, wawancara, dan sebagainya.
Dalam pelaksanaannya, asesmen merupakan hal yang penting
dan harus dilakukan dengan berhati-hati sesuai dengan kaidahnya.
Kesalahan dalam mengidentifikasi masalah karena asesmen yang tidak memadai
akan menyebabkan tritmen gagal; atau bahkan dapat memicu munculnya
konsekuensi dari tritmen yang merugikan diri klien.
Meskipun menjadi dasar dalam melakukan tritmen pada klien,
tidak berarti konselor harus menilai (to assess) semua latar
belakang dan situasi yang dihadapi klien pada saat itu jika tidak perlu.
Kadangkala konselor menemukan bahwa ternyata “hidup” klien sangat menarik. Namun demikian tidaklah efisien dan tidak
etis untuk menggali semuanya selama hal tersebut tidak relevan dengan tritmen
yang diberikan untuk mengatasi masalah klien. Karena itu,
setiap guru pembimbing/ konselor perlu berpegang pada pedoman pertanyaan sebelum
melakukan asesmen; yaitu “Apa saja yang perlu kuketahui mengenai klien?”. Hal
itu berkaitan dengan apa saja yang relevan untuk mengembangkan intervensi atau
tritmen yang efektif, efisien, dan berlangsung lama bagi klien.
B. Fungsi Assesmen dalam BK
Hood
& Johnson (1993) menjelaskan ada beberapa fungsi asesmen, diantaranya
adalah untuk:
1. Menstimulasi klien maupun konselor mengenai
berbagai isu permasalahan
2. Menjelaskan masalah yang senyatanya
3. Memberi alternatif solusi untuk masalah
4. Menyediakan metode untuk memperbandingkan alternatif sehingga dapat
diambil keputusan
5. Memungkinkan
evaluasi efektivitas konseling
Selain itu, asesmen juga diperlukan untuk
memperoleh informasi yang membedakan antara apa ini (what is) dengan apa
yang diinginkan (what is desired) sesuai dengan kebutuhan dan
hasil konseling.
Asesmen
memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan perencanaan dan pelaksanaan
model-model pendekatan konseling. Jika kedua komponen tersebut didesain dengan
pendekatan “client centered” atau “bottom up”, asesmen akan
mengarah pada inovasi. Hal ini memiliki makna bahwa asesmen tidak hanya
berorientasi pada hasil/ produk
akhir, tetapi justru akan lebih terfokus pada proses konseling, yaitu mulai
dari membuka konseling sampai dengan mengakhiri konseling; atau
setidak-tidaknya akan ada keseimbangan antara proses konseling dengan
hasil konseling. Dengan demikian asesmen akan benar-benar bisa memenuhi
kriteria objektivitas dan keadilan, sehingga keputusan yang akan diambil oleh klien dapat benar-benar
sesuai dengan kemampuan diri klien itu sendiri.
Asesmen yang tidak dilakukan secara
objektif, akan berpengaruh pada pelayanan konseling oleh konselor sekolah/ Guru
BK. Hal ini akan berakibat tidak baik pada
diri klien, bahkan terhadap konselor itu sendiri
untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Asesmen dalam bimbingan dan konseling
adalah asesmen yang berbasis individu dan berkelanjutan. Semua indikator
bukan diukur dengan soal seperti dalam pembelajaran, tetapi diukur secara
kualitatif, kemudian hasilnya dianalisis untuk mengetahui kemampuan klien dalam mengambil
keputusan pada akhir konseling, dalam melaksanakan keputusan setelah
konseling, serta melihat kendala/ masalah
yang dihadapi klien
dalam proses konseling maupun kendala dalam melaksanakan keputusan yang telah
ditetapkannya.
C. Ruang Lingkup Assesmen
Hood
& Johnson (1993) menjelaskan ruang
lingkup dalam asesmen (assesment need areas) dalam bimbingan dan
konseling ada lima, yaitu:
1. Systems assessment, yaitu
asesmen yang dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai status dari
suatu sistem, yang membedakan antara apa ini (what is it)
dengan apa yang diinginkan (what is desired) sesuai dengan
kebutuhan dan hasil konseling; serta tujuan yang sudah dituliskan/ ditetapkan atau outcome yang diharapkan dalam
konseling.
2. Program planning, yaitu perencanaan program untuk memperoleh
informasi-informasi yang dapat digunakan untuk membuat keputusan dan untuk
menyeleksi bagian–bagian program yang efektif dalam pertemuan-pertemuan antara
konselor dengan klien; untuk mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan khusus pada tahap pertama. Di sinilah muncul fungsi
evaluator dalam asesmen, yang memberikan informasi-informasi nyata
yang potensial. Hal inilah yang kemudian membuat asesmen menjadi efektif, yang
dapat membuat klien mampu membedakan latihan yang
dilakukan pada saat konseling dan penerapannya di kehidupan
nyata dimana klien harus membuat suatu keputusan, atau memilih alternatif-altenatif yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalahnya.
nyata dimana klien harus membuat suatu keputusan, atau memilih alternatif-altenatif yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalahnya.
3. Program Implementation,
yaitu bagaimana asesmen dilakukan untuk menilai pelaksanaan program dengan
memberikan informasi-informasi nyata; yang menjadikan program-program tersebut
dapat dinilai apakah sesuai dengan pedoman.
4. Program Improvement, dimana
asesmen dapat digunakan dalam dalam perbaikan program, yaitu yang berkenaan
dengan: (a) evaluasi terhadap informasi-informasi yang nyata, (b) tujuan yang
akan dicapai dalam program, (c) program-progam yang berhasil, dan (d)
informasi-informasi yang mempengaruhi proses pelaksanaan program-program yang
lain.
5. Program certification, yang merupakan akhir kegiatan. Menurut Center
for the Study of Evaluation (CSE), program sertifikasi adalah suatu
evaluasi sumatif, hal ini memberikan makna bahwa pada akhir kegiatan akan
dilakukan evaluasi akhir sebagai dasar untuk memberikan sertifikasi
kepada klien. Dalam hal ini evaluator berfungsi
pemberi informasi mengenai hasil evaluasi yang akan digunakan sebagai
dasar untuk mengambil keputusan.
D. Tujuan Asesmen
Hood
& Johnson (1993) menjelaskan bahwa asesmen dalam bimbingan dan konseling
mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
1.
Orientasi masalah, yaitu untuk membuat klien mengenali dan menerima
permasalahan yang dihadapinya, tidak mengingkari bahwa ia bermasalah
2.
Identifikasi masalah, yaitu membantu baik bagi klien maupun konselor
dalam mengetahui masalah yang dihadapi klien secara mendetil
3.
Memilih alternatif solusi dari berbagai alternatif
penyelesaian masalah yang dapat dilakukan oleh klien
4.
Pembuatan keputusan alternatif pemecahan masalah yang
paling menguntungkan dengan memperhatikan konsekuensi paling kecil dari beberapa alternatif tersebut
5.
Verifikasi untuk menilai apakah konseling telah
berjalan efektif dan telah mengurangi beban masalah klien atau belum
Selain
itu, asesmen digunakan pula untuk menentukan variabel pengontrol dalam
permasalahan yang dihadapi klien, untuk memilih/ mengembangkan
intervensi terhadap area yang bermasalah, atau dengan kata lain menjadi
dasar untuk mendesain dan mengelola terapi, untuk membantu mengevaluasi
intervensi, serta untuk menyediakan informasi yang relevan untuk
pertanyaan-pertanyaan yang muncul untuk setiap fase konseling.
Pada
asesmen berbasis individu, asesmen dipakai untuk mengumpulkan informasi
asli atau autentik mengenai klien sehingga diperoleh informasi menyeluruh tentang diri klien secara utuh, dan
untuk memberikan penilaian yang objektif. Selain itu, secara terperinci asesmen
berbasis individu bertujuan untuk:
1.
Mengembangkan
cara klien merespon (verbal dan/atau non verbal)
pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh guru BK.
2.
Melatih klien untuk berpikir dalam upaya pemecahan
masalah
3.
Membentuk kemandirian klien dalam berbagai masalah atau membentuk
individu menjadi mandiri.
4.
Melatih klien mengemukakan apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan
melalui proses konseling.
5.
Membentuk individu yang terbuka dalam berbagai
hal, termasuk membuka diri dalam konseling.
6.
Membina kerjasama yang baik dalam memecahkan masalah
yang dihadapi.
7.
Membelajarkan klien untuk menilai terhadap cara melaksanakan
keputusannya secara konsekuen.
Asesmen
berbasis individu akan mengukur seluruh kemampuan klien, baik keterampilan
personal (personal skills), keterampilan social (social skills),
keterampilan memecahkan masalah (problem solving skills), dan
keterampilan memilih alternative (Choice alternative skills). Jika
hal ini dilakukan maka asesmen akan
dapat:
1.
Membantu sekolah dan guru dalam melaksanakan
pembelajaran karena klien sebagai siswa dapat berkonsentrasi dalam mengikuti
pembelajaran,
2.
Memudahkan guru dalam pembelajaran di kelas
karena siswa tidak banyak masalah,
3.
Memudahkan guru bimbingan dan konseling dalam
melaksanakan tugas bimbingan dan konseling – khususnya dalam konseling,
4.
Membantu kepala sekolah dalam penyelenggaraan
pendidikan di sekolah,
5.
Mendorong klien
untuk memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling dalam berbagai hal (seperti
mendapatkan informasi studi, pekerjaan, dan memecahkan masalah (masalah
pribadi, sosial, belajar, dan karir), dan
6.
Menyajikan informasi berkesinambungan tentang kegiatan
kegiatan layanan bimbingan dan konseling.
E. Interpretasi
Asesmen
Jika
hanya dilihat dari ‘mata’ awam, sebenarnya data asesmen tidak menyuarakan
apa-apa. Data dalam asesmen hanya berarti jika dilihat bersamaan dengan
data-data lain; yaitu penampilan
individu yang menjadi klien,
kriteria penampilan yang
dipakai untuk asesmen, atau norma yang dipakai untuk menentukan posisi klien disandingkan dengan kriterianya.
Jika dibahas lebih lanjut, maka ada beberapa pendekatan yang digunakan untuk
‘membaca’ data yang didapat dari asesmen, diantaranya adalah:
- Pendekatan client-referenced
Satu asesmen penampilan klien disandingkan dengan penampilan klien yang bersangkutan, dan arti
didapat dari seberapa baik skor penampilan-penampilan tersebut dikaitkan; misal dengan memberikan pre test dan post test saat melakukan
tritmen tertentu pada klien
- Pendekatan criterion-referenced
Asesmen penampilan klien disandingkan dengan
standar penampilan, dan
arti didapat dari seberapa dekat skor klien dengan standar penampilan
- Pendekatan norm-referenced
Asesmen penampilan klien disandingkan dengan penampilan kelompok referensi yang
sesuai, dan arti didapat dari posisi skor klien dengan penampilan
kelompok referensi.
F. Langkah-langkah Asesmen
Apapun bentuk dan jenis asesmen yang
dilakukan, hal ini tetap menuntut suatu perencanaan, termasuk pada saat
melakukan analisis. Dengan demikian maka akan diperoleh alat ukur atau
instrumen yang benar-benar dapat diandalkan (valid) dan dapat dipercaya
(reliabel) dalam mengukur apa yang seharusnya diukur. Berikut ini adalah
langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan asesmen:
1. Perencanaan
Aspek yang harus ada dalam perencanaan
asesmen adalah:
a. Memilih fokus asesmen pada aspek tertentu dari diri
klien
Salah satu penentu keberhasilan konseling
adalah kemauan dan kemampuan klien itu sendiri. Dalam
konseling, keputusan akhir untuk pemecahan masalah yang dihadapi ada pada diri klien. Konselor/ guru BK bukan pemberi
nasihat, bukan pengambil keputusan mengenai apa yang harus dilakukan klien dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
Karena itu, untuk keberhasilan konseling, klien dapat bekerjasama dengan guru BK/konselor, dan
dengan bantuan guru BK maka klien diharapkan mampu memunculkan ide-ide pemecahan masalah, dan klien memiliki keberanian serta kemampuan untuk
mengambil keputusan, mampu memahami diri sendiri, dan mampu menerima
dirinya sendiri. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka konselor
menentukan akan melakukan asesmen dengan memfokuskan pada salah
satu aspek dalam diri klien saja.
b. Memilih instrumen yang akan
digunakan.
Setelah ditentukan fokus area asesmen,
Anda dapat merencanakan instrumen yang akan digunakan dalam asesmen. Banyak instrumen
yang dapat digunakan dalam asesmen seperti tes psikologis, observasi,
inventori, dan sebagainya. Tetapi untuk menentukan instrumen sangat
tergantung pada aspek apa yang akan diasesmen. Misalnya Anda akan melihat
kerjasama klien dalam konseling, maka instrumen dapat menggunakan checklist, tetapi apabila Anda memfokuskan asesmen tentang kemampuan klien dalam memecahkan masalah, maka Anda dapat
mempergunakan tes psikologis.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
memilih instrumen dalam asesmen diantaranya yaitu: (1) kemampuan guru BK sendiri, (2) kewenangan guru BK
(baik dalam mengadministrasikan maupun dalam interpretasi hasilnya), (3) ketersediaan instrumen, (4) waktu yang tersedia,
dan (5) dana yang tersedia.
c. Penetapan waktu
Perencanaan waktu yang dimaksud adalah
kapan asesmen akan dilakukan. Penetapan waktu ini sangat erat berhubungan dengan persiapan pelaksanaan asesmen. Persiapan akan banyak menentukan
keberhasilan suatu asesmen, misalnya mempersiapkan instrumen, tempat, dan
peralatan lain yang diperlukan dalam pelaksanaan asesmen. Apalagi jika
pelaksana asesmen tersebut bukan guru BK itu sendiri, misalnya karena instrumen
yang digunakan untuk asesmen adalah tes psikologis (tes intelegensi, inventori
kepribadian, tes minat jabatan, dan sebagainya). Dalam hal ini apabila
guru BK tidak memiliki kewenangan, maka guru BK dapat minta bantuan orang
yang memiliki kewenangan, misalnya psikolog atau orang yang telah memiliki
sertifikasi yang memberikan kewenangan untuk mengadministrasikan tes dimaksud.
d. Validitas dan reliabilitas
Apabila instrumen yang kita gunakan adalah
buatan sendiri atau dikembangkan sendiri, maka instrumen itu perlu diuji
validitas dan reliabilitasnya. Karena validitas dan reliabilitas merupakan
suatu syarat mutlak suatu instrumen asesmen. Namun apabila kita
menggunakan instrumen yang sudah terstandar, Anda tidak perlu mencari validitas
dan reliabilitas karena instrumen tersebut sudah jelas memenuhi
persyaratan sebagai suatu instrumen.
2. Pelaksanaan
Setelah perencanaan asesmen selesai,
selanjutnya adalah bagaimana melaksanakan rencana yang telah dibuat tersebut.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan asesmen
adalah pelaksanaannya harus sesuai dengan manual masing-masing instrumen.
Manual suatu instrumen biasanya memuat:
a.
cara
mengerjakan
b.
waktu yang
digunakan untuk mengerjakan asesmen
c.
kunci
jawaban
d.
cara analisis
e.
interpretasi.
3.
Analisis data
Langkah
selanjutnya adalah analisis data, yaitu melakukan analisis terhadap data yang
diperoleh melalui instrumen yang digunakan untuk mengambil data. Analisis
dilakukan dengan mengikuti petunjuk yang ada dalam manual masing-masing
instrumen. Metode
analisis data dalam asesmen konseling sangat tergantung data yang diperoleh.
Misal data yang diperoleh berbentuk kualitatif atau data kuantitatif.
Apabila data bersifat kualitatif, maka kita melakukan analisis data
kualitatif. Metode analisis data kualitatif misalnya deskriptif naratif. Wilcox
(dalam Ratna Widiastuti, 2010)
misalnya menggunakan pendekatan ”key incident” dalam analisis
deskripsi kualitatif tentang kegiatan pendidikan. Pendekatan key incident memungkinkan bagi kita untuk memasukkan
sejumlah besar kesimpulan dari bermacam-macam data yang berasal dari berbagai
sumber, misalnya dari catatan lapangan, dokumen informasi demografi, atau
wawancara. Apabila banyak data kualitatif yang dianalisis sementara asesmen
masih berlangsung maka beberapa analisis dapat ditunda pelaksanaannya sampai
evaluator selesai melakukan asesmen. Saat melakukan analisis data kualitatif,
perlu dilakukan beberapa langkah sebagai berikut: a) yakinkan semua data telah tersedia, b) buatlah salinan data untuk berjaga-jaga kalau ada yang hilang, c) aturlah data dalam judul dan masukkan dalam file, d) gunakan sistem kartu-kartu dalam map, e) periksa kebenaran hasil asesmen.
Apabila data bersifat kuantitatif maka
analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik. Dalam bimbingan
konseling, statistik biasa digunakan untuk analisis data hasil tes psikologis,
misalnya tes inteligensi, tes bakat, dan sebagainya. Dewasa ini, program
statistik dapat dengan mudah dilakukan dengan bantuan komputer, seperti program
excel, LISREL, SPSS, dan sebagainya.
4. Interpretasi data
Interpretasi diartikan sebagai upaya
mengatur dan menilai fakta, menafsirkan pandangan, dan merumuskan kesimpulan
yang mendukung. Penafsiran harus dirumuskan dengan hati-hati, jujur, dan
terbuka. Berikut ini adalah hal-hal yang harus ada dalam interpretasi, yaitu:
a. Komponen untuk menafsirkan / interpretasi
hasil analisis data
Interpretasi berarti menilai objek asesmen
dan menentukan dampak
asesmen tersebut. Pandangan evaluator juga mempengaruhi penafsiran/ interpretasi data. Untuk asesmen yang akan digunakan untuk membantu fungsi pendidikan, maka hasil asesmen harus diinterpretasikan sebagai sarana untuk mengetahui kebaikan klien, dan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam tindakan berikutnya bagi orang-orang lain yang berkepentingan/ berwenang (Cronbach dalam Ratna Widiastuti, 2010)).
asesmen tersebut. Pandangan evaluator juga mempengaruhi penafsiran/ interpretasi data. Untuk asesmen yang akan digunakan untuk membantu fungsi pendidikan, maka hasil asesmen harus diinterpretasikan sebagai sarana untuk mengetahui kebaikan klien, dan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam tindakan berikutnya bagi orang-orang lain yang berkepentingan/ berwenang (Cronbach dalam Ratna Widiastuti, 2010)).
b. Petunjuk untuk menafsirkan analisis data
Worthen dkk. dalam Ratna Widiastuti, 2010) menyatakan bahwa para evaluator telah
mengembangkan metode yang sistematik untuk melakukan interpretasi.
Diantara metode-metode tersebut yang sering dipakai akhir-akhir ini adalah: (1) menentukan apakah tujuan telah dicapai, (2) menentukna apakah hukum, norma-norma, demokrasi
aturan, dan prinsip-prinsip etik tidak dilupakan, (3) menentukan apakah analisis kebutuhan telah dikurangi, (4) menentukan nilai pencapaian, (5) bertanya kepada
kelompok penilai, melihat kembali data, menilai keberhasilan dan
kegagalan, menilai kelebihan dan kelemahan penafsiran, (6) membandingkan variabel-variabel penting dengan hasil yang diharapkan, (7) membandingkan analisis yang dilaporkan oleh program
yang usahanya sama, dan (8) menafsirkan hasil analisis dengan
prosedur yang menghasilkannya. Namun demikian, menginterpretasikan data
bukan hanya pekerjaan evaluator saja, akan tetapi
evaluator hanya memberikan pandangan saja dari sekian banyak pandangan.
5. Tindak lanjut
Tindak lanjut adalah menindak lanjuti
hasil asesmen atau penggunaan hasil asesmen dalam konseling. Beberapa
kegiatan tindak lanjut diantaranya adalah apakah konselee perlu melakukan
konseling yang memfokuskan pada aspek yang berbeda lainnya, apakah klien perlu mendapatkan tritmen tertentu, atau bahkan
bisa jadi konselee perlu mendapatkan rujukan (refferal) kepada pihak ketiga. Rujukan diperlukan jika guru pembimbing/ konselor tidak mempunyai kewenangan atau tidak mempunyai kemampuan untuk
menangani masalah yang dihadapi klien. Misalnya jika klien sudah mengalami gangguan psikotik, maka klien perlu dirujuk ke psikiater; jika klien mengalami gangguan
dislesia maka perlu dirujuk ke terapis khusus yang menangani gangguan tersebut.
Untuk
konseling yang berbasis individu, maka langkah-langkah khusus peerlu dilakukan,
yaitu dengan cara:
1. menentukan fokus yang akan dinilai (misal cara klien dalam merespon, ide-ide
pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan sebagainya)
2. menentukan teknik untuk penilaian (misal dengan
observasi, konferensi kasus, atau wawancara)
3.
menggunakan
teknik penilaian yang telah ditentukan
4.
melakukan analisis data yang diperoleh dan membicarakan
hasilnya dengan klien
5.
menanggapi data dengan cermat, dan
6.
melaporkan
data yang telah diolah (laporan hasil konseling)
G. Cara Pengumpulan Informasi Asesmen
Pengumpulan informasi untuk asesmen
berbasis individu dapat dilakukan secara resmi/f ormal, dan tidak resmi /informal. Secara resmi misalnya, individu
dipanggil untuk melakukan wawancara konseling dengan konselor, atau guru BK
meminta individu melakukan tes psikologis dan/atau tes perbuatan (performance
test). Secara tidak resmi, misalnya klien mengerjakan
kegiatan-kegiatan yang sengaja dibuat untuk melaksanakan hasil keputusan dalam
konseling. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan penilaian dengan
menggunakan metode pengamatan/ observasi, pencatatan,
dan pengumpulan hasil kegiatan klien.
Pengumpulan informasi asesmen berbasis
individu dapat dilakukan dengan cara berikut ini:
1. Penilaian berkesinambungan /berkelanjutan, guru melakukan penilaian secara terus-menerus terhadap klien. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan anecdotal record, case
conference, observasi, refleksi, wawancara pengumpulan data, atau daftar
cek.
2. Penilaian proses, dilakukan pada saat konseling dilakukan.
Adapun yang dinilai adalah hal-hal seperti kerjasama, cara merespon,
ide-ide pemecahan masalah, kemampuan dalam mengambil keputusan, dan
keterlibatan dalam pemecahan masalah. Cara yang digunakan untuk mencatat informasi sebagai bahan penilaian
dapat dengan berbagai jenis alat pencatat observasi ( daftar cek, rating
scale).
3. Penilaian
Produk, merupakan penilaian
terhadap hasil konseling, yaitu keputusan yang diambil oleh klien pada akhir konseling. Dasar
evaluasinya adalah keputusan klien
yang dalam pelaksanaanya diterapkan dalam keseharian klien setelah selesai konseling. Tempatnya
tergantung apa yang akan dinilai, misalnya perubahan perilaku saat mengikuti
pembelajaran di kelas, maka penilaian dilakukan di saat klien mengikuti
pembelajaran di kelas; dan penilaian dilakukan oleh guru mata pelajaran
jika tidak memungkinkan guru bimbingan konseling masuk dalam kelas saat
pembelajaran berlangsung. Namun demikian, yang mempersiapkan format penilaian
adalah guru Bimbingan Konseling dan hasil pengisian format oleh
guru saat pembelajaran
langsung diserahkan kepada Guru Bimbingan Konseling.
4.
Penilaian
Proyek, berdasarkan kesepakatan antara klien dengan guru BK, klien akan merancang tentang cara melakukan pendekatan kepada seseorang (orang
tua, teman sekolah, guru) untuk menyelesaikan masalahnya, merencanakan mengkomunikasi-kan sesuatu (kepada orang tua, guru,
pacarnya, dan sebagainya)
Selain itu, ada dua macam metode asesmen yang dapat
digunakan guru pembimbing atau konselor, yaitu:
1. Tidak langsung/indirect seperti
wawancara, kuesioner, retrospektif rating oleh orang lain, baik dengan
representasi kata verbal maupun tulisan
2.
Langsung/direct seperti observasi diri, analog role
play, analog
perilaku bebas (setting mirip tapi bukan sesungguhnya), role play alamiah, perilaku bebas alamiah (setting sesungguhnya)
perilaku bebas (setting mirip tapi bukan sesungguhnya), role play alamiah, perilaku bebas alamiah (setting sesungguhnya)
Sumber:
Hood, A.B., & Johnson, R.W., 1993. Assessment in Counseling: a Guide to the Use
Psychological Assessment Procedures. American Counseling Assocition
Ratna Widiastuti. 2010. “Asessmen Intrumen Untuk
Melakukan Asesmen dalam Bimbingan dan Konseling”. (online), (http://blog.unila.ac.id, diakses 24 Desember 2010).
HATUR THANKYU
BalasHapusTerimakasih,atas infonya
BalasHapus