1.
Pengertian Konsep Diri
Pengetahuan
tentang diri merupakan hal yang sangat penting. Individu perlu memahami dan
menyadari dirinya sendiri, sehingga individu memiliki kerangka yang mengarahkan
perilakunya didalam lingkungannya. Kajian konsep diri merupakan tema pokok
dalam psikologi humanistik yang merupakan salah satu aspek sekaligus inti dari
kepribadian seseorang. Para ahli mendefenisikan konsep diri dengan berbagai
sudut pandang masing-masing.
William
D. Brooks (dalam Jalaludin Rakhmat,
2001: 99) mendefinisikan konsep diri sebagai “those physical, social and psychological perception of ourselves that
we have derived from experiences and our interaction with others”. Jadi,
konsep diri adalah pandangan dan perasan kita tentang diri kita. Persepsi
tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial dan fisik.
Menurut Epstein, dkk (dalam Elida
Prayitno, 2006: 121) “konsep diri (self concept)
sebagai pendapat atau perasaan atau gambaran seseorang tentang dirinya sendiri
baik yang menyangkut materi, fisik (tubuh) maupun psikis (sosial, emosional,
moral dan kognitif) yang dimiliki seseorang”. Kemudian Anita Taylor et al (dalam
Jalaludin Rakhmat, 2001: 100) mendefinisikan konsep diri sebagai “all
you think and you feel about you, the entrie complex of belief and attitudes
you hold about yourself”. Semua yang anda pikirkan dan anda rasakan tentang
anda, termasuk keseluruhan keyakinan dan sikap yang anda pegang tentang diri
anda.
Selanjutnya Suhadianto (2008) mengutip pendapat Rini menyatakan konsep diri merupakan
keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Hurlock (1980: 234) mengemukakan bahwa “konsep diri
merupakan gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya; meliputi
karakteristik fisik, sosial, psikologis, emosional, aspirasi dan prestasi”. Senada dengan itu, menurut Burns yang dikutip oleh Yudi (2008: 1)
mengemukakan “konsep diri adalah pengetahuan dan
evaluasi terhadap diri sendiri yang diperoleh melalui pengalaman dari interaksi
dengan orang lain”. Seterusnya Suhadianto
(2008: 1)
mengutip pendapat Cawagas
menyatakan konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisik,
karakteristik pribadi, motivasi, kelemahan, kepandaian, kegagalan dan lain
sebagainya.
Ketika seseorang menyadari siapa dirinya
maka akan ada unsur penilaian tentang keberadaan dirinya itu. Apakah dia
seorang remaja yang baik atau kurang baik, berhasil atau kurang berhasil, mampu
atau kurang mampu. Alex Sobur (2003: 507) menjelaskan bahwa “konsep diri adalah
semua persepsi kita terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, aspek sosial
dan aspek psikologis yang didasarkan pada pengalaman dan interaksi kita dengan
orang lain”. Lebih lanjut James F. Calhoun dan Joan Ross Acocella (1990: 90)
menjelaskan “kosep diri adalah gambaran mental diri anda sendiri yang terdiri
dari pengetahuan tentang diri anda, pengharapan bagi diri anda, dan penilaian
terhadap diri anda.
Berdasarkan
beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan
pemahaman, penilaian dan harapan individu terhadap dirinya sendiri, meliputi:
kondisi fisik, hubungan sosial, keadaan emosional dan kemampuan intelektual.
Selanjutnya guna untuk kebutuhan penelitian pendapat Epstein, dkk tentang
konsep diri (dalam Elida Prayitno, 2006: 121) yang menyatakan “konsep diri (self concept) sebagai pendapat atau
perasaan atau gambaran seseorang tentang dirinya sendiri baik yang menyangkut
materi, fisik (tubuh) maupun psikis (sosial, emosional, moral dan kognitif)
yang dimiliki seseorang” akan diformulasikan untuk pengembangan instrumen
sesuai dengan kebutuhan penelitian.
2.
Pembentukan Konsep Diri
Konsep diri tidak dibawa sejak lahir tetapi secara
bertahap sedikit demi sedikit timbul sejalan dengan berkembangnya
kemampuan persepsi individu. Konsep diri manusia terbentuk melalui proses
belajar sejak masa pertumbuhan seseorang dari kecil hingga dewasa. Bayi yang
baru lahir tidak memiliki konsep diri karena mereka tidak dapat membedakan
antara dirinya dengan lingkungannya. Menurut Allport yang dikutip oleh Rizky
Mulya Rahman (2009: 1)
menyatakan bahwa bayi yang baru
lahir tidak mengetahui tentang dirinya.
Rizki Mulya Rahman (2009: 1)
mengutip pendapat Rahmat
menjelaskan bahwa konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tapi
juga penilaian diri anda tentang diri anda. Jadi konsep diri meliputi apa yang
anda pikirkan dan apa yang anda rasakan tentang diri anda. Adanya proses
perkembangan konsep diri menunjukan bahwa konsep diri seseorang tidak langsung
dan tetap, tetapi merupakan suatu keadaan yang mempunyai proses pembentukan dan
masih dapat berubah.
Menurut Alex Sobur (2003: 510) konsep diri terbentuk
berdasarkan persepsi seseorang tentang sikap orang lain terhadap dirinya. Pada
seorang anak, ia mulai belajar berfikir dan merasakan dirinya seperti yang
telah ditentukan oleh orang lain dalam lingkungannya; seperti orang tua, guru,
atau teman-temannya, sehingga apabila seorang guru mengatakan secara terus
menerus pada siswanya bahwa ia kurang mampu, lama kelamaan anak akan mempunyai
konsep diri seperti itu.
Dalam pandangan Clara R. Pudjijogyanti (dalam Alex
Sobur, 2003: 511), konsep diri terbentuk atas dua komponen, yaitu komponen
kognitif
dan komponen afektif. Komponen kognitif meliputi pengetahuan
individu tentang keadaan dirinya atau gambaran “siapa saya?” Misalnya: “saya
anak bodoh” atau “saya anak nakal”. Komponen afektif meliputi penilaian
individu terhadap dirinya. Penilaian tersebut akan membentuk penerimaan
terhadap diri serta penghargaan diri individu.
3. Konsep Diri Remaja
Menurut Hurlock (1980: 235) pada masa remaja terdapat
delapan kondisi yang mempengaruhi konsep diri yang dimilikinya, yaitu:
a. Usia kematangan
Remaja yang matang lebih awal dan diperlakukan hampir seperti orang dewasa
akan mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan
diri dengan baik. Tetapi apabila kematangan remaja terlambat dan diperlakukan
seperti anak-anak, maka mereka akan merasa bernasib kurang baik sehingga kurang
bisa menyesuaikan diri.
b. Penampilan diri
Penampilan diri yang berbeda bisa membuat remaja merasa rendah diri. Daya
tarik fisik yang dimiliki sangat mempengaruhi dalam pembuatan penilaian tentang
ciri kepribadian seorang remaja.
c. Kepatutan seks
Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat dan perilaku membantu remaja
mencapai konsep diri yang baik. Ketidak patutan seks membuat remaja sadar dan hal
ini memberi akibat buruk pada perilakunya.
d. Nama dan julukan
Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya
buruk atau bila mereka memberi nama dan julukan yang bernada cemoohan.
e. Hubungan keluarga
Seorang remaja yang memiliki hubungan yang dekat dengan salah satu anggota
keluarga akan mengidentifikasikan dirinya dengan orang tersebut dan juga ingin
mengembangkan pola kepribadian yang sama.
f. Teman sebaya
Teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama,
konsep diri remaja merupakan cermin dari anggapan tentang konsep teman-teman
tentang dirinya dan yang kedua, seorang remaja berada dalam tekanan untuk
mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok.
g. Kreatifitas
Remaja yang masa kanak-kanak didorong untuk kreatif dalam bermain dan dalam
tugas-tugas akademis, mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang
memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya. Sebaliknya, remaja yang sejak
awal masa kanak-kanak didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui akan
kurang mempunyai perasaan identitas dan individualitas.
h. Cita-cita dan perencanaan karir
Bila seorang remaja tidak memiliki cita-cita dan perencanaan karir yang
realistik, maka akan mengalami kegagalan. Hal ini menimbulkan perasaan tidak
mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana remaja tersebut akan meyalahkan orang
lain atas kegagalannya. Remaja yang
realistis pada kemampuannya akan lebih banyak mengalami keberhasilan dari pada
kegagalan. Hal ini menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang lebih
besar yang memberikan konsep diri yang lebih baik.
Havighurst (dalam Elida Prayitno &
Erlamsyah, 2002: 37) mengungkapkan bahwa salah satu tugas perkembangan yang
harus dicapai dalam periode remaja yaitu “memperoleh kemampuan untuk memilih
dan mempersiapkan diri dalam karir/pekerjaan” Remaja yang mencapai perkembangan
ini mereka sudah memiliki keyakinan nilai-nilai untuk bekal hidup dalam karir, memiliki
ketetapan hati untuk karir yang akan ditekuni, dan mengarahkan diri mereka
dalam pendidikan dan kepribadian sesuai tuntutan karir yang mereka pilih.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa konsep diri
remaja dipengaruhi oleh usia, kematangan, penampilan diri, kepatutan seks, nama
dan julukan, hubungan keluarga, teman sebaya, kreatifitas, cita-cita dan
perencanaan karir.
Wahhh bagus mas hengki.. sering2 update ya info konselingnya...
BalasHapusSeep dah mas Bolo... mari terus berkarya demi kejayaan BK di Indonesia
Hapus